Halawa, Iman Kristina (2019) PENGAJARAN YESUS TENTANG PERCERAIAN MENURUT MATIUS 19:1-12 DALAM PERSPEKTIF BIBLIKAL DAN PEMIKIRAN KRISTEN ERA REFORMASI: SUATU KONTRIBUSI BAGI RUMAH TANGGA KRISTEN DALAM MEMAHAMI PROBLEMATIKA PERCERAIAN”. Masters thesis, Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (SETIA) Jakarta.
Text
Tesis FIX Bab I-V (2).pdf Download (809kB) |
Abstract
Dalam Kitab Kejadian 1:26-28 Allah Tritunggal menciptakan manusia dan memberikan mandat budaya. Salah satu mandat tersebut adalah beranak cucu dan bertambah banyak serta penuhilah Bumi. Jadi melalui mandat yang diberikan Allah kepada manusia, memampukan dan mendorong manusia untuk dapat memikirkan kebutuhan hidup bersama, salah satunya ialah pasangan hidup yang sepadan. Namun karena kejatuhan manusia dalam dosa berdampak kerusakan total manusia (total depravity) juga merusak relasi manusia dalam kehidupan keluarga, sehingga mulailah muncul berbagai problematika dalam pernikahan, yang berujung pada perceraian. Perceraian adalah salah satu hal yang tidak inginkan oleh setiap pasangan yang telah menikah, namun tidak bisa dipungkiri akan terjadi perceraian dalam keluarga jika tidak mampu dalam mempertahankan pernikahan yang ditimpa oleh berbagai persoalan rumah tangga. Karena dalam setiap rumah tangga pasti ada permasalahan yang bisa saja merujuk pada perceraian. Pada zaman sebelum Musa, perceraian sudah dipraktekkan di antara bangsa-bangsa kafir atau bangsa-bangsa di luar Israel. Oleh sebab itu bangsa Israel nampaknya dipengaruhi kebiasaan-kebiasaan buruk yang telah dipraktekkan oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, sehingga Musa mengijinkan perceraian terjadi dalam kehidupan umat Israel, bd. Ul. 24:1-4. Kondisi tersebut menunjukkan kekacauan kehidupan keluarga umat Israel bahwa pada masa Musa, sehingga karena ketegaran hati mereka, ia memberikan surat cerai. Selanjutnya kasus perceraian juga terjadi pada waktu orang-orang Yahudi buangan yang kembali ke Yerusalem telah kawin dengan perempuan non-Yahudi (Ezr. 9-10; Neh. 13:23) dan dalam Maleakhi 2:10-16 ada orang Yahudi yang menceraikan istrinya sesama Yahudi untuk menikah dengan non-Yahudi. Dalam sejarah Reformasi menuliskan bahwa Calvin telah membuat peraturan detail tentang pernikahan di Kota Jenewa untuk melindungi penduduk dari pernikahan yang dipaksa oleh orang tua dan juga larangan perceraian dan tinggal bersama pasangan sebelum menikah untuk menekankan kekudusan pernikahan. Tokoh Reformator Yohanes Calvin memiliki pandangan yang sangat normative tentang perceraian dan sangat moderat dalam pastoral untuk kasus perceraian.
Item Type: | Thesis (Masters) |
---|---|
Subjects: | B Philosophy. Psychology. Religion > BV Practical Theology |
Divisions: | Tesis Master > Teologi |
Depositing User: | LPMI STT SETIA Jakarta |
Date Deposited: | 30 Sep 2020 03:22 |
Last Modified: | 30 Sep 2020 03:22 |
URI: | http://repo.sttsetia.ac.id/id/eprint/138 |
Actions (login required)
View Item |