GEREJA DAN LEMBAGA PENDIDIKAN KRISTEN: KALIDANSI MISI DALAM PERSPEKTIF EKSEGESIS MATIUS 28:19-20

Karlau, Sensius Amon (2021) GEREJA DAN LEMBAGA PENDIDIKAN KRISTEN: KALIDANSI MISI DALAM PERSPEKTIF EKSEGESIS MATIUS 28:19-20. In: Kesetiaan Yang memahat hati. Sensiius Amon Karlau, 1 . BPK Gunung Mulia, Jakarta, pp. 1-21. ISBN 9785022319870 (In Press)

[img] Text
Sensius Amon Karlau.pdf

Download (400kB)

Abstract

Para teoretikus dan pelaku misi Kristen memahami bahwa Matius 28:19-20 merupakan landasan pelaksanaan misi yang perlu direalisasikan secara holistik. Namun persoalannya adalah, terdapat sebagian kalangan yang menganggap bahwa penekanan teks dimaksud lebih kepada misi gerejani yang terkait dengan perintah “pergilah dan baptislah”. Hal ini nampak dalam pemahaman kaum Injili yang lebih menekankan mengenai “teks” dan kurang memberikan perhatian pada “konteks” sebagimana dilakukan oleh kaum ekumenikal sebagaimana dikemukakan oleh Lumintang dalam karyanya. Upaya mewujudnyatakan amanat agung sebagai bagian dari respons ketaatan dalam melaksanakan mandat ini oleh sebagian orang Kristen selalu menarik dan menantang untuk dibahas. Menariklah apa yang dikatakan John Drane bahwa “Yesus telah menuntut ketaatan pengikut-pengikut-Nya secara radikal dan dengan sepenuh hati ketika mereka pertama kali bertemu dengan Dia. Dan pesan terakhir yang diberikan kepada mereka bernada sama menantangnya dan tanpa mengenal kompromi. Namun upaya aktualisasi perintah berdasarkan teks Alkitab tidak boleh bertolak dari pemahaman yang sederhana atau asal saja, karena kualitas dan mutu pemaknaan sebuah teks yang berkelindan dengan pengajaran Alkitab. Pada penulisan ini penulis hendak menjadikan Matius pasal 28:19-20 sebagai fokus analisis dan pembahasan yang tentunya berangkat dari kenyataan praksis yang penulis temukan selama ini. Bahwa sebagian kelompok, dalam hal ini pengajar Kristen, baik itu guru, dosen, atau majelis atau bahkan pelayan gereja yang selalu mengutip ayat ini sebagai landasan pelaksanaan misi gerejani dalam konteks pelayanan gerejani, khususnya terkait dengan pelaksanaan penginjilan. Hal ini misalnya terlihat dalam tulisan Christopher J.H. Wright yang mengutip teks Matius 28:19-20 lalu menekankan bahwa sebagai Rasul, murid-murid diutus untuk memuridkan, membaptis dan mengajar. Wright tidak memberi penjelasan tentang manakah perintah imperatif dari maksud teks tersebut sehingga terkesan bahwa semua perintah dalam nas ini bersifat “imperatif” secara bersamaan. Tentu bahwa pengutipan dan pembahasan secara praktis dengan maksud memotivasi orang Kristen agar melaksanakan amanat agung ini tidaklah salah. Namun persoalan yang muncul adalah karena adanya sekelompok orang Kristen lainnya yang menjadikan bagian ini hanya untuk menegaskan pekerjaan penginjilan atau pelayanan yang bersifat misi dalam konteks pendidikan. Hal inilah yang juga disoroti oleh Ferri Yang ketika melontarkan komentarnya bahwa “Amanat Agung” seringkali disalah mengerti hanya sebagai amanat yang sifatnya memberikan penginjilan saja. Tetapi pengertian ini salah. Tentu saja penginjilan masuk di dalamnya. Tetapi penginjilan bukanlah satu-satunya hal yang disebutkan [dimaksudkan] Tuhan Yesus. Sebaliknya, klaim sepihak yang memberikan kesan bahwa amanat agung hanya dapat dijadikan landasan bagi pelaksanaan misi Kristen dalam konteks gerejani karena menitik-beratkan aspek “pergi dan membaptis” tentunya akan sangat diperkaya jika “pelaku misi” dapat mengaitkannya dengan pendirian dan pengelolaan lembaga pendidikan Kristen yang professional dan bertanggungjawab sebagaimana disesuaikan juga dengan berbagai regulasi atau rumusan legal oleh pemerintah. Dalam pemahaman inilah Stevri I. Lumintang menegaskan bahwa penekanan utama misi Kristen adalah menyangkut penebusan Kristus untuk keselamatan manusia. Namun pada sisi lainnya perlu juga dikaitkan dengan dimensi sosial karena orang Kristen dipanggil untuk menjadi garam dan terang dunia dalam berbagai aspek seperti kegiatan kemanusiaan yang bersifat netral. Kesan yang sama terlihat dalam komentar Norman E. Thomas ketika mengemukakan bahwa penginjilan atau evangelisasi tidak akan lengkap jika tidak memperhitungkan inter-aksi yang terus menerus antara Injil dan hidup manusia yang konkret, baik dalam kehidupan pribadi mau pun hidup sosial. Hal ini perlu dipikirkan dengan serius karena ketika Yesus mengucapkan “jadikanlah semua bangsa murid-Ku” sesungguhnya tidak tersurat mengenai upaya menjadikan murid Yesus melalui lembaga pendidikan Kristen. Namun penulis memahami bahwa upaya memberikan makna yang lebih mendalam sesunggunya memungkinkan untuk mengaitkannya dengan upaya menjadikan murid melalui pendirian dan pengelolaan lembaga pendidikan dalam konteks dan zaman yang semakin berkembang dan penuh dengan tantangan yang kompleks pada masa kini sebagaimana dilakukan oleh keluarga besar Setia Arastamar di seluruh Indonesia.

Item Type: Book Section
Subjects: B Philosophy. Psychology. Religion > BV Practical Theology > BV1460 Religious Education
Divisions: Book Chapter
Depositing User: LPMI STT SETIA Jakarta
Date Deposited: 06 Jan 2022 04:43
Last Modified: 06 Jan 2022 04:43
URI: http://repo.sttsetia.ac.id/id/eprint/362

Actions (login required)

View Item View Item